Pertumbuhan Relatif Flat Di Banding Kuartal Dulu – Tubuh Pusat Statistik atau BPS hari ini menginformasikan perkembangan ekonomi kuartal II th. 2017 terdaftar sebesar 5, 01 % (year on year) . Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebutkan capaian itu relatif flat dibanding kuartal terlebih dulu.
Dari bagian bidangal, BPS mencatat bidang manufaktur masih tetap berperan besar pada perekonomian Indonesia, tetapi perkembangan bidang pemrosesan malah kembali melambat jadi 3, 54 % dari kuartal terlebih dulu 4, 24 %.
” Pemerintah yang akan datang butuh fokus mengatur industri pemrosesan dengan lakukan re-industrialiasi, hingga bisa membuat lapangan kerja yang selanjutnya mendorong mengkonsumsi orang-orang dengan agregat, ” katanya, dalam info tertulis pada Senin, 7 Agustus 2017.
Setelah itu, perkembangan bidang layanan selalu bertambah dimana info serta komunikasi tumbuh 10, 88 % serta layanan yang lain tumbuh 8, 63 %. Keduanya adalah bidang dengan perkembangan tertinggi. ” Tetapi peran dari ke-2 bidang itu relatif kecil yakni kurang dari 5 % dari perekonomian, ” tuturnya.
Josua menjelaskan dalam periode pendek, pengendalian inflasi dan stabilisasi harga pangan jadi kunci untuk semua tanda ekonomi yang lain di semester II 2017. Menurutnya, pemerintah juga butuh meyakinkan penyerapan serta realisasi aturan desa serta berbelanja sosial lewat penyaluran pertolongan sosial non tunai yang pas tujuan, supaya daya beli orang-orang terbangun.
Diluar itu, Josua berujar pemerintah juga butuh mendorong penambahan tenaga kerja di bidang resmi, mengingat pendapatan riil yg alami penurunan didorong oleh menambahkan angkatan kerja di bidang informal semakin besar dibanding dengan bidang resmi. ” Pembukaan lapangan kerja bisa didorong dengan menggalakkan program padat karya yang labor-intensive, hingga mengkonsumsi rumah tangga bisa bertambah. “
Berdasar pada data BPS, mengkonsumsi rumah tangga relatif flat dengan perkembangan 4, 95 % (year on year) serta menurut survey customer Bank Indonesia tingkat kepercayaan customer bulan Juni 2017 relatif melemah. Josua menyebutkan hal tersebut dikarenakan persepsi customer pada minimnya.kurang tersedianya ketersediaan lapangan kerja pada sekarang ini ataupun dalam enam bulan yang akan datang yang alami penurunan.
” Diluar itu jumlah pendapatan yang dipakai untuk mengkonsumsi juga tunjukkan trend alami penurunan mulai sejak Desember 2016 sampai Juni 2017, ” katanya. Disamping itu, jumlah pendapatan yang dipakai untuk tabungan relatif bertambah.
Penambahan tabungan itu kata Josua terlihat dari penambahan perkembangan dana pihak ke-3 (DPK) Mei 2017 yang terdaftar 11, 18 % (year on year) dibanding April 2017 9, 87 %. Keinginan credit dilaporkan relatif masih tetap melemah dimana pertumbuhannya melambat jadi 8, 78 % (year on year) dari bulan terlebih dulu 9, 52 %.
” Menurut saya, orang-orang tunda lakukan mengkonsumsi pada semester I karna ada aspek kenaikan inflasi mulai sejak awal th. yang dibarengi oleh th. ajaran baru sekolah, ” tuturnya. Diluar itu, data penjualan otomotif pada kuartal II juga melambat, yakni penjualan mobil tumbuh 5, 6 % (year on year) dari kuartal terlebih dulu 6, 2 %.
Josua mengemukakan yang menarik yaitu kenyataan kalau mengkonsumsi pemerintah pada kuartal II th. ini relatif berperan pada perlambatan. Mengkonsumsi pemerintah juga diinginkan bisa bertambah pada semester II kelak. ” Ini bersamaan dengan alur penyerapan berbelanja pemerintah yang masih tetap berkonsentrasi pada akhir th.. “
Menurut Josua, tantangan yang dihadapi pemerintah yaitu potensi penghematan berbelanja kementerian/instansi yakni bersamaan dengan potensi tax shortfall pada th. ini.
” Pemerintah butuh lebih aktif sekali lagi dalam mendorong berbelanja modal dimana penyerapannya sampai semester I th. ini masih tetap begitu rendah yakni kurang dari 30 % dari sasaran, ” katanya.
Kemampuan export juga terdaftar BPS melambat pada kuartal II th. ini. Menurutnya, hal tersebut terindikasi dari kemampuan perkembangan export non-migas yang melambat jadi 6, 8 % (year on year) dari kuartal terlebih dulu yang tumbuh 21, 8 %. ” Belum juga stabilnya harga komoditas global dan belum juga berjalannya hilirisasi industri mengakibatkan ketergantuan yang begitu tinggi pada export komoditas mentah. “